Ketika Anies Merengek

Ultah-ke5-TK

Sering melihat anak sekolah melintas di depan rumah, Anies merengek kepada ibunya. Ia ingin sekolah. Aliyah, ibunya, bimbang. Sebagai dosen, ia tahu pentingnya pendidikan. Tapi, ia tak ingin anaknya tercerabut dari dunia permainan kanak-kanak.

Usia Anies belum genap tiga tahun ketika itu. Aliyah mendiskusikan permintaan Anies dengan suaminya, Rasyid. Karena Anies terus memintanya, sedangkan ia belum cukup umur, Aliyah berkonsultasi kepada Siti Rahayu Haditono, psikolog senior di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Kalau memang anaknya ingin, silakan. Tak apa-apa,” kata Rahayu. “Tapi, kalau suatu ketika anak tak mau ke sekolah tak usah dipaksa. Semaunya saja.” Aliyah mengikuti saran Rahayu.

Anies masuk TK Aisyiah Bustanul Athfal (ABA) Gedongtengen, sekitar 100 meter dari rumahnya di Taman Juwana. Kakeknya, A.R. Baswedan, setia mengantar dan menjemputnya setiap hari. A.R. bahkan kerap datang sebelum sekolah usai dan mengintip dari balik jendela, melihat tingkah Anies di dalam kelas. Dan, Aliyah tak pernah mendapati Anies enggan bersekolah.

Hanya setahun Anies bersekolah di TK ABA Gedongtengen. Ibunya memindahkannya ke TK Masjid Syuhada di Kotabaru, Yogyakarta. Berjarak sekira 1 Km dari rumahnya di bilangan Malioboro, kali ini Anies tak diantar kakeknya dan sekali-dua diantar orangtuanya; ia lebih sering diantar tukang becak.

Namun, tanpa sepengetahuan Anies, dengan motornya Aliyah selalu membuntuti mereka. Ia ingin mengetahui, sejauh mana kemandirian tumbuh dalam diri anaknya. Menurut pengamatannya, dalam diri bocah lelakinya itu memang telah tumbuh kemandirian. Pada usia empat tahun, Anies bisa bersekolah sendiri dan tak memaksa meminta diantar orangtua atau kakek tersayangnya.

Namun, pada hari pertama masuk SD, Anies kembali merengek; kali ini tak sampai menangis. Ia melihat teman-temannya di bakal sekolahannya, SDN 2 IKIP (sekarang SDN Percobaan 2), menggendong tas punggung. Ia sendiri tak punya. Melihat polah Anies, Aliyah mengajak kembali Anies kembali ke sadel motor. Aliyah lantas memacu motornya menuju pertokoan di bilangan Kaliurang.

“Biar dia tenang saja dulu, dan berbesar hati,” kata Aliyah, mengingat peristiwa itu. Dan memang, Anies tenang setelah memiliki tas punggung. Dengan motor bebek merahnya, Aliyah, dosen IKIP Yogyakarta dan pegiat sosial itu, mengantar kembali sulungnya ke sekolah.

Pelayan Rakyat

Featured image

Bagaimana Jokowi mencintai rakyat dan rakyat mencintai Jokowi. 

Mendorong mobilnya yang terjebak di tanah gembur, ia mengabaikan lumpur yang terciprat ke wajah dan pakaiannya. Tak meminta bantuan dari warga sekitar, ia terus berusaha mengeluarkan mobilnya yang terjebak. Terus begitu, sampai kemudian Wito Mulyono, 61 tahun, keluar dari rumahnya.

Hari masih pagi dan saat itu ia belum melihat warga lain yang keluar. Saat melihat seseorang sedang berjuang mengeluarkan mobil dari lumpur, ia mendekat. Dan kaget. Baca lebih lanjut

Ulang Tahun dan Melunasi Janji Kemerdekaan

Melunasi Janji Kemerdekaan

Sambil memegang perutnya yang sedikit membuncit karena tumpukan lemak, ia melirik saya. Lirikannya tajam, seperti pertanyaan menuntut jawaban.  

“Tak apa, Sayang. Ayah tetap sayang Bunda. Toh, bukan perut membuncitmu yang bikin ayah cinta, tapi perhatian dan kasih sayangmu. Juga, ya sikapmu yang kadang nyebelin, sih,” kata saya.

Ia langsung melemparkan pandangan dan memonyongkan bibir. “Huh! Gak laku,” katanya. Kami lalu tertawa.

Ya, istri saya kini berusia 30 tahun. Ia memasuki kepala tiga. Beranak satu, berat badannya naik terus. Tapi, kecintaan dan kasih sayangnya kepada kami, saya dan anak saya, begitu murni, tanpa lemak seinci pun. Baca lebih lanjut

Ketika Abah Kyai Menawarkan Kehormatan

Yazid al-ilmu bi al-infak; Yanqushu al-ilmu bi al-imsak

Bertambahnya ilmu karena menyebarkannya; berkurangnya ilmu karena menyembunyikannya

(Almaghfurlah K.H. Mochamad Masruri Abdul Mughni)

 

Tak terasa, setahun sudah Abah Kyai Mochammad Masruri Abdul Mughni meninggalkan santri dan jamaahnya. Pada Kamis, 15 November 2012 ini Pondok Pesantren Al-Hikmah mengadakan haul pertamanya. Siapa pun yang mengenalnya tentu sulit menghilangkan bayangan senyum dan tutur katanya yang lembut namun sarat pengetahuan itu. Begitu banyak ajaran dan sikapnya yang menjadi inspirasi para santri atau siapa pun yang mengenalnya. Namun, warisan yang paling menonjol adalah dorongannya kepada para santrinya untuk mengajar.  Baca lebih lanjut

Awad Rasyid Baswedan: Kisah Ayah, Anak, dan Ihwal Pendidikan

Anies Rasyid Baswedan
Anies Rasyid Baswedan

1937, Semarang.

Sore itu, Rasyid kecil berada di ruang tamu. Ibunya, Syekhun, kedatangan tamu seorang teman yang membawa anak yang berusia sedikit tua dari Rasyid. Dalam perbincangan, sang tamu menceritakan bahwa anaknya sudah masuk Voorbels. Rasyid hanya menyimak, tak mengerti apa itu Voorbels. “Saat itu, saya pikir Voorbels itu pasar atau rumah makan,” kata Rasyid.

Voorbels adalah jenjang pertama pendidikan yang diselenggarakan pemerintahan Hindia Belanda. Ia setingkat taman kanak-kanak. Siswa bisa diperkenankan masuk Voorbels bila telah memasuki usia empat tahun. Ketika tahu, Rasyid minta kepada ayahnya untuk didaftarkan ke Voorbels. AR, ayahnya, cuma bilang: “Kamu belum cukup umur.” Baca lebih lanjut